Mitos tentang tempat-tempat yang dianggap angker dan keramat, diperkuat dengan kejadian atau musibah yang menimpa seseorang, disebabkan melanggar aturan yang sudah diyakini pada tempat tersebut, sangat sulit untuk dihilangkan.
Salah satu tempat yang dikeramatkan adalah petilasan mbah Gondoriyah yang terletak di Desa Sumber Kecamatan Merakurak Kabupaten Tuban. Tempat yang ditumbuhi pohon besar dan nampak angker ini, dipercaya masyarakat setempat sebagai pepunden desa, yaitu tempat bertapanya orang yang pertama kali di wilayah itu.
“Gondoriyah merupakan pepunden masyarakat Desa Sumber karena diyakini sebagai pembuka pertama tanah Sumber,” terang Sumardi mantan kades Desa Sumber .
Cerita yang menarik hingga kini diyakini oleh masyarakat dan tidak ada yang berani melanggar adalah tidak boleh berkunjung atau ziarah pada hari-hari yang bergandengan dengan Pahing (istilah hari Jawa), karena akan dapat mendatangkan musibah pada peziarahnya.
“Suatu ketika istri saya sakit parah, tidak kunjung sembuh walau sudah diobatkan kemana-mana, anehnya ketika dinadhari, kalau sembuh akan menyembelih sapi di danyang Godoriyah, tidak lama kemudian istri saya berangsur-angsur sembuh.” Terang Sulhan .
“Pada hari-hari yang bergandengan dengan pahing, diyakini masyarakat bahwa tempat itu sedang ada tamu dari sesama bangsa lelembut, jadi warga dilarang berkunjung .” Tambah Sumardi.
Dia menambahkan, “Untuk setiap tahun diadakan acara sedekah bumi (manganan) oleh warga setempat dan harus disertai dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk serta harus disembelihkan hewan baik sapi maupun kambing dalam acara tersebut.”
“Untuk sesaji yang pasti harus menyediakan tiga tumpeng, untuk penghormatan kepada Sunan Kalijogo, Sunan Giri dan Sunan Bonang, sedangkan untuk wayang kulit, intinya menceritakan minta keselamatan warga Desa Sumber.”tandasnya.
Benar dan tidaknya cerita warga di atas ini merupakan sebuah khasanah kebudayaan yang ada di tanah Jawa yang harus senantiasa dihormati tetapi tidak harus dengan keyakinan kepada tempat yang dianggap keramat menjadikan hilangnya keimanan kepada Sang Pencipta.
“Ini hanya sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang diyakini sebagai pembuka tanah Sumber jadi tidak terus menjadikan masyarakat tidak percaya pada Allah.” Terang Sumardi.
Melestarikan budaya boleh-boleh saja dengan mengadakan hajatan manganan/sedekah dengan hiburan wayang kulit, tetapi ini semua hanya diniati sekedar penghormatan tidak sesembahan, sehingga tidak menjadikan kemusrikan,” pungkas Abdul ghofur ustadz Desa Sumber.